Hidup ini adalah kiasan
Engkau yang ku pandang indah adalh kiasan dari rasa cintaku
Cinta yang penuh kecemburuan dan rasa sayang
Menjadikan sandaran hati kedua setelah sang Pencipta
Jauh dalam hari hariku sebelumnya
Tak pernah ku menemukan orang sepertimu
Yang kadang mengalahkan segala kiasan dalam hidupku
Mengalahkan segala apa yang ada dalam diriku
Engkau adalah kiasan bagiku
Yang menunduan segala perilaku baik dan buruk
Engkau adalah kiasan dalam diriku
Bak angin yang terasa tanpa terlihat
Mimpiku Yang Terbuang
Sabtu, 13 Agustus 2016
Rabu, 23 Maret 2016
Jati Diri
Kisahku hanyalah sebutir debu yang dihempas angin
Kemanapun angin berhembus kesanalah aku terbawa
Mimpiku yang bias semakin terliat semu
Bayang bayang seolah menikam jiwa yang hilang entah kemana
Tak ada cahaya yang bersinar ketika itu
Yang menjadi petunjuk arah hidupku yang kelam
Aku terhempas dalam mimpi fana
Merintih kesakitan seperti dicambuk Yang Maha Kuasa
Waktu terasa begitu lama
Nafas terasa sesak
Tubuh terasa lelah bergerak
Mencari jati diri yang hilang entah kemana
Kemanapun angin berhembus kesanalah aku terbawa
Mimpiku yang bias semakin terliat semu
Bayang bayang seolah menikam jiwa yang hilang entah kemana
Tak ada cahaya yang bersinar ketika itu
Yang menjadi petunjuk arah hidupku yang kelam
Aku terhempas dalam mimpi fana
Merintih kesakitan seperti dicambuk Yang Maha Kuasa
Waktu terasa begitu lama
Nafas terasa sesak
Tubuh terasa lelah bergerak
Mencari jati diri yang hilang entah kemana
Rabu, 22 Juli 2015
Merindukan sang kekasih
Ku rindukan sang bidadari surga, mungkin bukan di dunia
Sifatku yang pemalu ini bertolak belakang dengan keinginanku
Sungguh, aku merindukan sang kekasih
Semoga setelah lulus kuliah nanti, ku dapatkan itu
Sifatku yang pemalu ini bertolak belakang dengan keinginanku
Sungguh, aku merindukan sang kekasih
Semoga setelah lulus kuliah nanti, ku dapatkan itu
Rabu, 20 Mei 2015
Banyak Penjilat di Kotaku ini
Banyak penjilat dikotaku ini.
Satu per sat mulai terlihat olehku.
Lain di mulut lain di hati.
Aku benci situasi ini.
Seakan tak kutemukanlagi kebenaran yang nyata.
Sifatnya mengsirku dari pandangannya.
Seperti diterkam batu yang besar.
Menimpa bagian tubuhku ini yang peka.
Hati dan pikiran yang tak mungkin memaafkan.
Selamat tinggal para penjilat
Satu per sat mulai terlihat olehku.
Lain di mulut lain di hati.
Aku benci situasi ini.
Seakan tak kutemukanlagi kebenaran yang nyata.
Sifatnya mengsirku dari pandangannya.
Seperti diterkam batu yang besar.
Menimpa bagian tubuhku ini yang peka.
Hati dan pikiran yang tak mungkin memaafkan.
Selamat tinggal para penjilat
Selasa, 21 April 2015
Untukmu Terkasih
Maafkan aku kasih, tak menepati janji
Maafkan aku jika engkau berharap lebih dariku
Sungguh menyesal rasanya ku memberimu janji palsu
Maafkan aku jika engkau berharap lebih dariku
Sungguh menyesal rasanya ku memberimu janji palsu
Minggu, 15 Maret 2015
Seperti Kemarin Siang
Lagi lagi ku bangun siang setelah tadi malam begadang.
Jam 11.04 tanggal 15 Maret 2015, aku terbangun dengan rasa malas yang menyelimuti pikiranku ini.
Kubuka jendela kontrakanku agar udara bisa masuk, berharap kemalasan ini hilang seketika.
Kumatikan lampu semua ruangan, ku buka pintu belakang dan ku lihat sawah yang luas milik penduduk Ciamis ini.
Terdiaam sejenak, memandang dan menghayal segala egoku yang penuh dengan harapan.
Kubasuh mukaku yang jelek ini dengan sabun muka kesayanganku.
Kembali keruangan tengah, ku nyalakan tv dan laptopku.
Masih sama seperti siang kemarin, penuh dangan kemalasan.
Tanpa motivasi dalam diri.
Yang ku rasakan telah hilang.
Jam 11.04 tanggal 15 Maret 2015, aku terbangun dengan rasa malas yang menyelimuti pikiranku ini.
Kubuka jendela kontrakanku agar udara bisa masuk, berharap kemalasan ini hilang seketika.
Kumatikan lampu semua ruangan, ku buka pintu belakang dan ku lihat sawah yang luas milik penduduk Ciamis ini.
Terdiaam sejenak, memandang dan menghayal segala egoku yang penuh dengan harapan.
Kubasuh mukaku yang jelek ini dengan sabun muka kesayanganku.
Kembali keruangan tengah, ku nyalakan tv dan laptopku.
Masih sama seperti siang kemarin, penuh dangan kemalasan.
Tanpa motivasi dalam diri.
Yang ku rasakan telah hilang.
Hutangku Pada Ibunda
Ku simpan kata yang memalukan itu
Dikala teman kerabat menyanjungku
Hidupku yang berantakan
Ditimpa beribu kemunafikan
Uang yang keluar berjuta-juta
Bukanlah kemewahan yang ia minta
Tenaga yang ia korbankan
Untuk anaknya yang dibanggakan
Siangnya seperti matahari
Malamnya seperti bulan
Keluh kesahnya tak pernah ia cari
Kendati datang berulang-ulang
Kini ia sudah tak lagi muda
Pikiran dan tenaga semakin tiada
Menunggu harapan yang tertunda
Bukan hutangku pada ibunda
Dikala teman kerabat menyanjungku
Hidupku yang berantakan
Ditimpa beribu kemunafikan
Uang yang keluar berjuta-juta
Bukanlah kemewahan yang ia minta
Tenaga yang ia korbankan
Untuk anaknya yang dibanggakan
Siangnya seperti matahari
Malamnya seperti bulan
Keluh kesahnya tak pernah ia cari
Kendati datang berulang-ulang
Kini ia sudah tak lagi muda
Pikiran dan tenaga semakin tiada
Menunggu harapan yang tertunda
Bukan hutangku pada ibunda
Langganan:
Postingan (Atom)